Thursday, May 5, 2011

MENINGKATKAN EFEKTIFITAS DIKLAT KEHUTANAN DENGAN PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN SECARA PARTSIPATORI

I. PENDAHULUAN

Belajar adalah proses aktif mengonstruksi pengetahuan dari abstraksi pengalaman alami maupun manusiawi, yang dilakukan secara pribadi dan sosial untuk mencari makna dengan memproses informasi sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimiliki. Demikian pula pembelajaran dalam pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan oleh Institusi Kementerian Kehutanan adalah untuk meningkatkan kemampuan dan mutu sumber daya manusia kehutanan.

Sumber Daya Manusia Kehutanan yang menjadi peserta dalam pendidikan dan pelatihan kehutanan berasal dari pegawai kementerian kehutanan, pemerintah daerah atau mitra kementerian kehutanan yang telah memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang kehutanan. Oleh karena itu kegiatan belajar yang siselenggarakan perlu dikemas menjadi proses mengonstruksi pengetahuan bukan menerima pengetahuan sehingga peserta diklat belajar dimulai dari apa yang diketahuinya.

Dalam rangka meningkatkan efektifitas pencapaian tujuan pembelajaran maka diperlukan metode pembelajaran yang sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan tujuan penyelenggaraan diklat. Metode pembelajaran yang selama ini diterapkan adalah menggunakan metode andragogi atau yang dikenal dengan metode pendidikan orang dewasa. Namun dalam kenyataannya penerapan metode andragogi oleh Widyaiswara atau Instruktur dalam proses belajar mengajar mengalami banyak keterbatasan terutama dalam upaya mengeksplorasi pengalaman peserta diklat. Akibatnya proses pembelajaran seringkali terjebak dalam sistem pembelajaran tradisional, yaitu perserta diklat lebih banyak waktu mendengarkan widyaiswara dalam menyampaian bahan ajar atau pengetahuan pembelajaran dibandingkan dengan waktu peserta diklat untuk menyampaikan dan mendiskusikan pengalamannya. Kondisi seperti ini dapat terlihat dari bentuk dan susunan bangku dalam kelas, bentuk komunikasi yang cenderung hanya dua arah yaitu dari peserta diklat kepada widyaiswara dan sebaliknya, kurang fokusnya peserta diklat dalam topik bahasan pembelajaran, dan kurang aktifnya peserta diklat dalam proses pembelajaran. Apabila kondisi sepertini ini berlangsung terus maka pendidikan dan pelatihan akan kurang optimal sehingga peserta diklat akan kurang mampu mengembangkan dirinya yang pada ahirnya upaya peningkatan kwalitas SDM Kehutanan menjadi tidak optimal.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas dalam menerapkan metode pendidikan bagi orang dewasa diperlukan teknik pendekatan pembelajaran yang komprehensif dan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang aktif dengan komunikasi multi arah. Oleh karena itu pembelajaran haruslah dirancang sedemikian rupa agar setiap peserta diklat mampu untuk menemukan sesuatu yang akan menjadi jawaban atas sesuatu yang selama ini menjadi pertanyaan atau permasalahannya.

Dari uraian tersebut di atas dalam rangka meningkatkan efektifitas pembelajaran dalam diklat kehutanan, perlu dikembangkan teknik pendekatan pembelajaran yang komprehensif yang dapat mendorong peserta diklat untuk melakukan pembelajaran secara partisipatori dan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang aktif. Partisipatif Learning Development merupakan salah satu teknik pendekatan pembelajaran bagi orang dewasa yang khususnya bagi SDM Kehutanan yang telah memiliki pengalaman tugas dalam pembangunan kehutanan dan sosial masyarakat.


II.PEMBELAJARAN

Pengertian belajar menurut Max Darsono (2000), merupakan suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Belajar dapat di definisikan sebagai proses yang menimbulkan atau merubah perilaku melalui latihan atau pengalaman (Whittaker dalam Max darsono, 2000). Menurut Winkel dalam Max Darsono (2000) Belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Dengan belajar peserta diklat mengalami perubahan baik tingkah laku maupun cara berpikir. Belajar dapat dikatakan berhasil jika peserta dapat aktif dalam proses pembelajaran dan tidak hanya menerima konsep-konsep saja tetapi memiliki kemampuan lebih setelah menerima pengalaman belajar (Nana Sudjana, 1990)

A.Pembelajaran Aktif dan Kreatif

Pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dirancang untuk dapat mengaktifkan, mengembangkan kreativitas peserta diklat yang pada akhirnya efektif, akan tetapi juga menyenangkan bagi semua peserta diklat. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran widyaiswara harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga peserta diklat aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Gibbs sebagaimana dikutip Mulyasa menyatakan bahwa kreativitas dapat dikembangkan dengan memberi kepercayaan, komunikasi yang bebas, pengarahan diri, dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Dalam hal ini peserta diklat akan lebih kreatif jika: Dikembangkannya rasa percaya diri pada peserta diklat , dan mengurangi rasa takut, Memberi kesempatan kepada seluruh peserta diklat untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas dan terarah, Melibatkan peserta diklat dalam menentukan tujuan belajar dan evaluasinya, Memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter; dan Mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.

B.Prinsip Dasar Pembelajaran Aktif Dan Kreatif

1.Belajar aktif.
Pendidikan merupakan usaha sadar mengembangkan manusia menuju kedewasaan, baik kedewasaan intelektual, sosial, maupun kedewasaan moral. Oleh karena itu, proses pendidikan bukan hanya mengembangkan intelektual saja, tetapi mencakup seluruh potensi yang dimiliki peserta diklat.

2.Belajar Kooperatif
Belajar kooperatif menurut Johnson & Johnson adalah suatu penggunaan pembelajaran kelompok-kelompok kecil sehingga para siswa bekerja bersama-sama untuk memaksimalisasi belajar mereka mengemukakan bahwa belajar kooperatif adalah prinsip dan teknik untuk membantu para siswa bekerja sama secara lebih efektif. Adapun belajar kooperatif terdiri atas lima unsur.

a.Positive interdependence. Para siswa merasa bahwa mereka saling membutuhkan satu sama lainnya dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok (“tenggelam atau berenang bersama-sama”),

b.Face to face promotive interaction. Para siswa mempromosikan belajar masing-masing dengan membantu, berbagi, dan menganjurkan usaha-usaha untuk belajar. Para siswa menjelaskan, berdiskusi, dan mengajarkan apa yang mereka ketahui kepada teman sekelas.

c.Individual accountability. Performansi masing-masing siswa dinilai dan hasilnya diberikan kepada kelompok dan individu.

d.Interpersonal and small group skills. Kelompok-kelompok tidak dapat berfungsi secara efektif apabila para siswa tidak memiliki dan menggunakan keterampilan-keterampilan sosial yang dibutuhkan.

e.Group processing. Kelompok-kelompok membutuhkan waktu yang khusus untuk mendiskusikan seberapa bagus mereka mencapai tujuan mereka.

3.Pembelajaran Partisipatoris

Melalui model ini siswa belajar sambil melakoni (learning by doing). Salah satu bentuk pelakonan itu adalah siswa belajar hidup berdemokrasi. Sebagai contoh, pada saat memilih masalah untuk kajian kelas memiliki makna bahwa siswa dapat menghargai dan menerima pendapat yang didukung suara terbanyak. Pada saat berlangsungnya perdebatan, siswa belajar mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain, menyampaikan kritik dan sebaliknya belajar menerima kritik, dengan tetap berkepala dingin. Proses ini mendukung adagium yang menyatakan bahwa ”democracy is not in heredity but learning” (demokrasi itu tidak diwariskan, tetapi dipelajari dan dialami).

4.Reactive Teaching
Widyaiswara perlu menciptakan strategi yang tepat agar siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Motivasi yang seperti itu akan dapat tercipta jika widyaiswara dapat meyakinkan peserta diklat akan kegunaan materi pelajaran bagi kehidupan nyata.

5.Joyfull Learning
Menurut Peter Kline, ”Leaning is most effective when it’s fun” (belajar sangat efektif apabila menyenangkan). Salah satu teori belajar menegaskan bahwa sesulit apapun materi pelajaran apabila dipelajari dalam suasana yang menyenangkan pelajaran tersebut akan mudah dipahami. Sebaliknya, walaupun materi pelajaran tidak terlampau sulit untuk dipelajari, namun apabila suasana belajar membosankan, tidak menarik, apalagi siswa belajar di bawah tekanan, maka pelajaran akan sulit dipahami. Atas dasar pemikiran tersebut, maka agar para siswa mudah memahami materi pelajaran, mereka harus belajar dalam suasana yang menyenangkan, penuh daya tarik, dan penuh motivasi.


III.PENDIDIKAN ORANG DEWASA

Pendidikan orang dewasa dapat diartikan sebagai keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan yang bertujuan membuat orang dewasa mampu mengembangkan kemampuan, keterampilan, memperkaya khasanah pengetahuan, meningkatkan kualifikasi keteknisannya atau keprofesionalannya dalam upaya mewujudkan kemampuan ganda, yaitu: mengembangankan pribadi secara utuh dan mewujudkan keikutsertaannya dalam perkembangan sosial budaya, ekonomi, dan teknologi secara bebas, seimbang dan berkesinambungan. Menurut Supriadi (2006) prinsip dasar pembelajaran orang dewasa adalah:
1.Orang dewasa belajar dengan baik apabila dia secara penuh ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan.

2.Orang dewasa belajar dengan baik apabila menyangkut mana yang menarik bagi dia dan ada kaitan dengan kehidupannya sehari-hari.

3.Orang dewasa belajar sebaik mungkin apabila apa yang ia pelajari bermanfaat dan praktis.

4.Dorongan semangat dan pengulangan yang terus menerus akan membantu seseorang belajar lebih baik

5.Orang dewasa belajar sebaik mungkin apabila ia mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan secara penuh pengetahuannya, kemampuannya dan keterampilannya dalam waktu yang cukup.

6.Proses belajar dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman lalu dan daya pikir dari warga belajar.

7.Saling pengertian yang baik dan sesuai dengan ciri-ciri utama dari orang dewasa membantu pencapaian tujuan dalam belajar.


A.Partisipatif Learning and Action

Partisipatif Learning and Action (PLA) adalah suatu teknik pendekatan pembelajaran tentang kemasyarakatan yang melibatkan dan bersama masyarakat. Teknik ini merupakan kombinasi antara teknik pengembangan partisipatif dan teknik visual dengan pewawancaraan secara langsung. Teknik PLA bertujuan untuk memudahkan suatu proses pembelajaran dan analisa kolektif. Pendekatan ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan, perencanaan, monitoring atau mengevaluasi program dan kegiatan. (Knowles, 1990 dan Ota, 2006). Selain itu PLA juga dapat digunakan sebagai alat konsultasi yang kuat, yang menawarkan kesempatan dan mempromosikan keikutsertaan masyarakat untuk terlibat aktip dalam intervensi dan menemukan isu yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Selanjutnya Ota, dkk (2006) menambahkan bahwa penggunaan Teknik PLA dalam proses pendidikan dan pelatihan dapat membantu perkembangan pribadi, bidang pendidikan, dan pertumbuhan professional, yaitu:

1.Perubahan pembelajaran secara tertutup atau top-down model, ke arah pembelajaran yang lebih terbuka atau botem-up model.

2.Berkembangnya pembelajaran berbasis wilayah yang bermanfaat bagi lembaga atau organisasi desentralisasi.

3.Mengorganisasikan untuk pembelajaran pemeriksaan atau pengawasan.

4.Penggunaan media baru dan teknologi sosial untuk pembentukan kelompok, berbagi informasi, kolaborasi dan inovasi atau penciptaan serta umpan balik.

Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa penggunaan Teknik PLA sangat sesuai sekali dilaksanakan pada pembelajaran untuk orang dewasa yang telah memiliki pengalaman, relasi, kaya akan pengetahuan dan telah melampaui banyak situasi atau kondisi.

B.Pembelajaran Berbasis Kompetensi

Pembelajaran berbasis kompetensi adalah teknik pembelajaran yang berorientasi pada pencapaian kompetensi peserta diklat. Sehingga muara akhir hasil pembelajaran adalah meningkatnya kompetensi peserta diklat yang dapat diukur dalam pola sikap, pengetahuan, dan keterampilannya. Adapun prinsip pembelajaran berbasis kompetensi adalah sebagai berikut

a.Berpusat pada peserta diklat agar mencapai kompetensi yang diharapkan. Peserta diklat menjadi subjek pembelajaran sehingga keterlibatan aktivitasnya dalam pembelajaran tinggi. Tugas pendidik adalah mendesain kegiatan pembelajaran agar tersedia ruang dan waktu bagi peserta diklat belajar secara aktif dalam mencapai kompetensinya.

b.Pembelajaran terpadu agar kompetensi pegawai yang dipersyaratkan dalam Standar Kompetensi Jabatan dapat tercapai secara utuh. Aspek kompetensi yang terdiri dari sikap, pengetahuan, dan keterampilan terintegrasi menjadi satu kesatuan.

c.Pembelajaran dilakukan dengan sudut pandang adanya keunikan individual setiap peserta diklat karena mereka memiliki karakteristik, potensi, dan kecepatan belajar yang beragam. Oleh karena itu dalam kelas dengan jumlah tertentu, Widyaiswara perlu memberikan layanan individual agar dapat mengenal dan mengembangkan peserta diklatnya.

d.Pembelajaran dilakukan secara bertahap dan terus menerus menerapkan prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning) sehingga mencapai ketuntasan yang ditetapkan. Peserta diklat yang belum tuntas diberikan layanan remedial, sedangkan yang sudah tuntas diberikan layanan pengayaan atau melanjutkan pada kompetensi berikutnya.

e.Pembelajaran dihadapkan pada situasi pemecahan masalah, sehingga peserta diklat menjadi pembelajar yang kritis, kreatif, dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu widyaiswara perlu mendesain pembelajaran yang berkaitan dengan permasalahan kehidupan atau konteks kehidupan peserta diklat dan lingkungan.

f.Pembelajaran dilakukan dengan multi strategi dan multimedia sehingga memberikan pengalaman belajar beragam bagi peserta diklat.

g.Peran widyaiswara harus mampu sebagai fasilitator, motivator, dan narasumber.

Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa dalam proses pembelajaran orang dewasa peserta diklat harus didorong atau difasilitasi untuk menemukan ide dan pengetahuan (konsep, prinsip) baru, menerapkan ide-ide, dan mengembangkan temuan ide-ide baru tersebut sehingga kompetensi jabatan yang dibutuhkan dapat dicapai dengan efektif.

C.Participatory Local Sosiety Development

Pembangunan masyarakat lokal secara partisipatory (PLSD) merupakan konseptual baru bagi pembangunan yang mencoba mengatasi berbagai kelemahan dari pendekatan/kerangka pembangunan partisipatif (Ohama Y, 1999). Tujuan umum konseptual PLSD adalah melembagakan dan mengoperasionalkan kebijakan yang efektif untuk memfasilitasi proses pengembangan kemampuan dan penguatan kelembagaan guna mencapai kemandirian suatu pembangunan berkelanjutan dalam suatu masyarakat lokal dengan berbasis pada kekhususan ciri dan kondisi masyarakat lokal tersebut. Sedangkan tujuan spesifik yang ingin adalah:

1.Analisis atas ciri khusus dari komunitas dan masyarakat lokal untuk memahami potensi dan hambatan spesifiknya dalam pembangunan;

2.Penentuan arah yang kongkrit dan komponen yang substantif untuk suatu kebijakan dan program pembangunan berbasis wilayah;

3.Peningkatan dalam efisiensi dan efektifitas operasional dari pendekatan partisipatoris dengan cara mengintegrasikan analisis komunitas/masyarakat lokal dengan pengorganisasian secara partisipatoris.

Kensep dan kerangka pembangunan masyarakat lokal secara partisipatori didasarkan atas:
1.Konsep kerangka metode, yang dilakukan melalui pendekatan partisipatori dan pendekatan multi stake holder.

2.Konsep kerangka substansi, sumber daya, organisasi dan norma-norma yang berlaku.

Dari uraian tersebut di atas ketiga teknik pendekatan pembelajaran yaitu, Partisipatif Learning and Action, Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Participatory Local Sosciety Development cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran lingkup diklat kehutanan walaupun masing-masing memiliki keunggulan dan keterbatasan. Hal ini dengan pertimbangan atas karakteristik dan kekhususan perserta diklat yang mengikuti pendidikan dan pelatihan kehutanan, yang antara lain:
1.Peserta Diklat Kementerian Kehutanan yang mengikuti diklat teknis adalah pegawai yang telah memiliki pengalaman, pengetahuan yang cukup luas dan telah banyak melalui kondisi atau situasi yang berbeda-beda.

2.Peserta Diklat Kementerian Kehutanan dalam pelaksanaan tugasnya di Lapangan berhadapan langsung dan akan bekerjasama dengan masyarakat yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan hutan secara lestari.

3.Peserta Diklat Kementerian Kehutanan dalam mengemban tugasnya wajib memiliki kompetensi yang diperyaratkan dan melaksanakan tugas sesuai norma dan aturan yang berlaku. Kementerian Kehutana

4.Peserta Diklat Kementerian Kehutanan memiliki tingkatan dalam pelaksanaan tugas sesuai dengan kelembagaan, jabatan dan keahliannya.
Dengan mengintegrasikan ketiga teknik pembelajaran tersebut di atas diharapkan dapat meningkatkan efektifitas dalam pencapaian tujuan penyelenggaraan Diklat Kehutanan.

Gabungan atau integrasi atas teknik pembelajaran tersebut adalah “Participatory Learning Development” yang dicirikan dengan:
1.Pembelajaran yang dimulai dengan menggali sejarah, pengalaman dan kompetensi peserta diklat;

2.Pembelajaran yang melibatkan peserta diklat secara aktif, kreatif dan partisipatori;

3.Komunikasi dalam proses pembelajaran terjadi secara multi arah.

4.Pembelajaran yang didasarkan pada norma-norma, peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dalam bidang kehutanan dan organisasi peserta diklat;

5.Pembelajaran yang didasarkan pada kewenangan, tupoksi dan tingkatan peserta diklat;

6.Pembelajaran yang memfasilitasi peserta diklat untuk menemukan sendiri sesuatu yang selama ini dicari dan dibutuhkan oleh peserta diklat dan mengembangkannya.


IV.IMPLEMENTASI PARISIPATORY LEARNING DEVELOPMENT

Mengacu pada metode dan persyaratan serta teknik-teknik dalam pembelajaran orang dewasa maka dalam penerapan teknik pembelajaran “Participatory Learning Development” terdapat tahapan pelaksanaan, yaitu: Tahap Persiapan, Tahapan Pelaksanaan dan Tahap Penyelesaian.

A.Tahap Persiapan
Sebelum proses belajar-mengajar di mulai terlebih dahulu harus diketahui latar belakang dan kondisi atau status peserta dan bahan diklat, yang antara lain:
1.Kompetensi masing-masing peserta diklat, motivasi serta harapan mngikuti diklat;
2.Pengalaman peserta diklat dalam melaksanakan tugasnya;
3.Kebutuhan peserta diklat untuk mengatasi permasalahan dalam pelaksanaan tugasnya;
4.Kurikulum yang dipersyaratkan untuk dapat memenuhi kebutuhan minimal bagi peserta diklat dalam mengatasi persoalannya;
5.Modul-modul yang dapat memfasilitasi dan memotivasi peserta diklat untuk mencari jawaban atas permasalahannya;
6.Bahan ajar dan bahan diklat lainnya yang dapat membantu peserta diklat menemukan dan mengembangkan sendiri sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya.







Diagram: Teknik Participatory Learning Development

B.Tahap Pelaksanaan

Dalam proses pembelajaran menggunakan Teknik Participatory Learning Development, kegiatan belajar-mengajar selalu didasarkan pada:
1.Sumber Daya yang dimiliki dan dikelola oleh peserta diklat dan organisasinya;
2.Kondisi, status, misi, dan peran kelembagaan tempat peserta diklat berasal;
3.Norma, kebijakan, peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dalam lingkungan tugas peserta diklat;
4.Level dan kewenangan peserta diklat dalam melaksanakan tugas secara internal maupun eksternal;
5.Tugas pokok dan fungsi peserta diklat yang harus dilaksanakan dan persyaratan yang perlu dimiliki untuk melaksanakan tugas tersebut.
6.Waktu pendidikan dan latihan serta waktu yang diperlukan dalam penyampaian bahan pembelajaran agar peserta diklat dapat memanfaatkan waktu secara optimal.
7.Teknik-teknik penyampaian yang mendukung pembelajaran secara partisipatori, antara lain:

a.Activity profile
Minta atau tanyakan kepada orang yang berbeda tentang aktivitas harian mereka. Contoh: Di mana, kapan dan bagaimana caranya mereka membelanjakan uangnya? Wawancarai dan amatilah atau minta mereka tulis dalam catatan.

b.Approach members constructively
Memberi penghargaan kepada anggota yang manapun secara lisan atau melalui perlakuan khusus untuk prakarsa dan tindakan tindakan yang disampaikannya. Semua anggota harus mengetahui bahwa kontribusi mereka dihargai. Sekalipun komentar mereka adalah tidak praktis.

c.Tugas (praktik dan teori).
Meminta peserta untuk berlatih peran baru dan ketrampilan baru. Contoh: meminta peserta untuk bertindak sebagai seorang ketua dalam suatu lembaga yang memiliki tugas tertentu. Tugas yang sudah disiapkan agar dilaksanakan untuk merumuskan hasilnya. -

d.Brainstorming atau curah pendapat
Meminta peserta untuk berpikir dan menyampaikan gagasan untuk menyelesaikan suatu tugas atau persoalan. Semua gagasan didaftarkan atau dicatat tanpa penghakiman atau evaluasi. Dalam hal ini kwantitas gagasan merupakan hal yang dipentingkan bukan mutu dari gagasan tersebut. Pembahasan terhadap gagasan yang ada atau terkumpul akan dilakukan kemudian. Kadang-kadang gagasan nampaknya menggelikan jika tidak dipertimbangkan.

e.Case studies atau studi kasus
Mendiskusikan suatu situasi yang nyata atau khayal dari suatu desa/kampung tertentu (contoh: suatu sukses kelompok pemasaran wanita-wanita) untuk mendorong diskusi pada strategi pemasaran. Menggunakan hasil studi kasus tersebut untuk menanyakan kepada kelompok yang aktivitas sedang berlangsung.

f.Community surveys
Melakukan survei individu di dalam masyarakat untuk menemukan pendapat atau pengetahuan mereka. Meminta sejumlah orang yang hadir atau mendengar untuk menjawab apa yang sedang dipikirkan.

g.Konsultasi dengan spesialis
Menyelesaikan suatu persoalan melalui wawancara konsultasi dengan tenaga ahli atau orang yang banyak mengetahui suatu isu di mana kita memerlukan informasi lebih.

h.Peristiwa Kritis,
Penggunaa situasi masalah untuk meneliti kemungkinan pemecahan dan kerugian dan keuntungan ke situasi ditentukan.

i.Menguraikan dan mengintepretasikan gambar visual.
Memilih suatu gambar atau foto dengan jelas bersih dan memiliki suatu pesan yang relevan dengan tujuan.

j.Darmawisata dan Kunjungan Lapangan. Ini dapat dikombinasikan dengan pewawancaraan dan pengamatan.

k.Folk saongs.
Meminta peserta untuk menyanyi nyanyian tradisional lokal dan menjelaskan makna dan pesan dari nyanyian tersebut. Disini akan belajar banyak tentang nilai-nilai, praktek kehidupan dan istilah lokal.

l.Bagaimana membuat suatu makanan,
Menggunakan suatu aktivitas sehari-hari seperti masakan untuk menggambarkan pentingnya perencanaan dan peruntunan.

m.Pengumpulan Data dan informasi.
Meminta kepada peserta untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan pokok bahasan di perpustakaan. Ini adalah bermanfaat untuk mengenali apa yang diperlukan atau mungkin hasil dari suatu gagasan sebelum dipraktekan.

n.Wawancara.
Mengajukan pertanyaan kepada informan kunci yang secara individu atau sebagai suatu kelompok mengetahui atas suatu pokok bahasan. Oleh karena itu perlu dibuat pertanyaan-pertanyaan yang terstruktur.

o.Sejarah lokal.
Meminta kepada tokoh atau key person desa untuk menjelaskan perkembangan atau sejarah masa lalu yang terperinci dan bagaimana hal-hal tersebut sudah berubah.

p.Melaksanakan game
Memainkan game yang mengikutsertakan masyarakat atau peserta secara aktif.

q.Diskusi Participatoiy.
Merupakan kombinasi dari metode wawancara, diskusi, presentasi dan metoda lainnya.

r.Mangatur atau mengurut pilihan.
Mintalah orang desa untuk membuat kriteria atau menggolongkan sesuatu menurut ukuran-ukuran orang desa.(Berdasarkan: Dimensi socio-economic,

s.Presentasi.
Presentasi dapat dilakukan oleh nara sumber yang ahli dibidangnya, presentasi laporan pribadi peserta, presentasi pengalaman peserta,

t.Problem-Solving,
Membuat suatu tabel dengan empat kolom.Daftarlah permasalahan utama peserta dalam kolom yang pertama, kemungkinan pemecahan di dalam kolom yang kedua , apa yang akan mencegah terjadinya masalah di kolom yang ketiga, dan apa yang akan membantu memecahkan masalah di kolom yang keempat itu. Didiskusikan.

u.Menguji dan mengadakan percobaan.
Membuat percobaan atau eksperimen untuk menndapatkan pekerjaan terbaik.

v.Diagram Venn.
Untuk menggambarkan keberadaan dan keterkaitan sesuatu dalam bentuk diagram.

C.Tahap Penyelesaian Pembelajaran
Dalam tahap penyelesaian pembelajaran peserta diklat menyampaikan hasil-hasil temuan selama pembelajaran yang dapat digunakan dan dikembangkan oleh yang bersangkutan dalam pelaksanaan tugasnya. Selisih antara kondisi dan status kompetensi dan kemampuan peserta diklat setelah mengikuti diklat dengan sebelum mengikuti diklat merupakan hasil dan efektifitas dalam pencapaian tujuan diklat.


IV.PENUTUP

A.Kesimpulan

Teknik pembelajaran “Participatory Learning Development” merupakan konsep pembelajaran bagi orang dewasa yang mengintegrasikan Teknik pembelajaran Partisipatif Learning Action, Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Teknik Pemberdayaan dan pembangunan Masyarakat menggunakan Participattory Local Society Development.

Participatory Learning Development mengutamakan merupakan teknik pembelajaran secara aktif dan partisipatory yang memfasilitasi peserta diklat untuk menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan mampu mengembangkan bagi institusinya sehingga sangat cocok diimplementasikan dalam Diklat Teknis Kehutanan.

B.Saran Dan Usul

Teknik pembelajaran “Participatory Learning Development” ini diharapkan dapat dilaksanakan dalam diklat-diklat teknis kehutanan dan dilakukan evaluasi serta penyempurnaan dari waktu ke waktu.


DAFTAR PUSTAKA

Asmin. 2008. Konsep dan Metode Pembelajaran Untuk Orang Dewasa (Andragogi).
UNJ Jakarta.
Ahmuddiputra, Enuh, & Atmaja, Basar, Suyatna. 1986. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta.
Arif, Zainuddin. 1994. Andragogi. Angkasa. Bandung.
International Institute for Environment and Development. 2005. Participatory Learning and Action. IIED WC10DD. London.
Lunandi, A, G. 1987. Pendidikan orang dewasa. Gramedia. Jakarta
Noor Jannah. 2005. Efektifitas Pembelajaran Berbasis Kompetensi Dengan Pendekatan Kontekstual Pada Mata Pelajaran Ketertrampilan Elektronika. UNS Semarang.
Sidik Purnomo. 2009. Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Kidispur. Kediri.
Supriadi. 2006. Andragogi (Sebuah Konsep Teoritik) Prinsip Dasar Pembelajaran Orang Ddewasa. Jakarta.

Sunday, November 16, 2008

IMPLEMENTASI HASIL DIKLAT PENGAMANAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT

Peran serta masyarakat di bidang kehutanan dinyatakan secara nyata dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pasal 69 ayat (1) menjelaskan bahwa masyarakat berkewajiban untuk ikut serta memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan. Selain itu dalam Pasal 68 ayat (2) diuraiakan bahwa masyarakat dapat:
  1. memanfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  2. mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan, dan informasi kehutanan;
  3. memberi informasi, saran, serta pertimbangan dalam pembangunan kehutanan; dan
    melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung.


Dalam pelaksanaan di lapangan kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan yang melibatkan masyarakat secara langsung, diantaranya adalah:

  • Pengamanan Hutan Berbasis Masyarakat
  • Kegiatan Kader konservasi
  • Kegiatan Pemuda/Masyarakat Peduli Api
  • Kegiatan Pemuda Pecinta Alam
  • Kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Peduli Hutan
  • Kegiatan Pengembangan Desa Model Konservasi
  • Kegiatan Penyuluhan oleh Sentra Penyuluhan Kehutanan Partisipatif (SPKP), dan
  • Kegiatan oleh Organisasi lain yang bersifat sukarela (volunteer)

Bentuk Pengamanan Hutan Berbasis Masyarakat

Berdasarkan tujuan pembentukan, pengorganisasi team serta kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan yang dilaksanakan, dapat dibedakan bentuk-bentuk keguatan pengamanan hutanberbasis masyarakat, yaitu:

1. Team Perlindungan Hidupan Liar (Wildlife Protection Unit)
Team Perlindungan Hidupan Liar (Wildlife Protection Unit) adalah Team Perlindungan Satwa Liar Langka dan Habitatnya yang terdiri atas Polisi Kehutanan dan Masyarakat Tempatan yang memiliki ketrampilan khusus dan dilengkapi dengan peralatan yang cukup untuk menanggulangi perburuan dan perdagangan satwa liar langka dan perusakan habitatnya.
Tujuan pembentukan Wildlife Protection Unit (WPU) adalah mewujudkan perlindungan satwa liar langka dan habitatnya secara efektif dan efisien yang melibatkan masyarakat secara aktif. Contoh dari Wildlife Protection Unit diantaranya, adalah:

2. Team Perlindungan Ekosistem
Team Perlindungan Ekosistem adalah Team Perlindungan Hutan dan Ekosistemnya yang anggautanya terdiri atas Unsur Instansi Kehutanan Pusat dan Daerah, Unsur Lembaga Swadaya Masyarakat, Unsur Masyarakat Tempatan dan Unsur Perusahaan. Team Perlindungan Ekosistem ini pada awalnya dikembangkan oleh Sinar Mas Forestri untuk mengamankan Kawasan Hutan Produksi Senepis yang merupakan Lokasi Pilot Program Konservasi Harimau Sumatera di Provinsi Riau yang dikelola secara kolaborasi.

3. Community Patroll
Community Patroll adalah Perlindungan dan Pengamanan Hutan yang dilaksanakan oleh Polisi Kehutan bersama Masyarakat Desa Sekitar Kawasan Hutan. Tujuan pembentukan Community Patrol adalah melindungi kawasan hutan dari gangguan yang disebabkan oleh manusia dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan secara aktif dalam kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan. Contoh dari bentuk Community Patroll, adalah kelompok perlindungan hutan yang dibentuk oleh Balai Taman Nasional Bukit Duabelas yang beranggautakan Masyarakat Orang Rimba dan Polisi Kehutanan atau Tenaga Fungsional PEH.

Dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan kelompok Community Patrol, terdiri atas:
• Polhut atau Tenaga Fungsional PEH sebagai Koordinator Team (1 orang)
• Masyarakat Desa Sekitar Kawasan Hutan sebagai anggota (4-5 orang), yang mempunyai tugas dan kewajuban melaporkan terjadinya tindak pidana bidang konservasi sumberdaya alam hayati kepada petugas yang berwenang, melakukan monitoring dan Melakukan patroli hutan minimal 10 hari dalam setiap bulan, serta melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan patroli, survey, pemantauan, investigasi dan kegiatan lain yang dillaksanakannya.

4. Pengamanan Hutan Swakarsa
Merupakan Team pengamanan hutan yang dilaksanakan oleh Masyarakat atau LSM secara mandiri dan sukarekla.

5. Satuan Pengamanan Hutan
Pengamanan yang dilakukan oleh Pihak Ketiga selaku pengelola kawasan hutan.

6. Team Pemantau Kerusakan Hutan
Dilaksanakan oleh masyarakat.

Tugas Pokok dan Fungsi

Membantu Institusi Departemen Kehutanan di Lapangan dalam hal ini Balai Taman Nasional melalui pelaksanaan kegiatan patroli, survey, pemantuan, investigasi, operasi dan kegiatan lainnya secara bertanggungjawab dan bersemangat dibawah koordinasi Balai Taman Nasional, dengan fungsi:

• Melakukan Patroli di dalam dan sekitar kawasan taman nasional dibawah koordinasi Balai Taman Nasional.
• Melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi atas perkembangan dan keamanan Kawasan Taman Nasional di Wilayah Kerjanya.
• Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan patroli, monitoring dan adanya gangguan keamanan di Taman Nasional kepada Balai Taman Nasional atau aparatnya di lapangan
• Membantu Balai Taman Nasional dalam melakukan investigasi kegiatan perlindungan kawasan taman nasional.
• Menberikan masukan dan pertimbangan kepada Balai Taman Nasional untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kegiatan perlindungan kawasa taman nasional.
• Membantu melakukan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan di wilayah kerjanya.
• Melaksanakan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat di wilayah kerjanya.

Tugas Pokok dan Fungsi
Melakukan pencegahan, penindakan dan penanganan kasus perburuan harimau sumatera dan mangsanya sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, dengan fungsi:
1. Pencegahan perburuan harimau sumatera, melalui kegiatan :
a. Melakukan patroli rutin dan mendadak didalam kawasan dan diluar kawasan yang terencana dengan baik.
b. Memberikan penyuluhan dan sosialisasi konservasi harimau sumatera kepada masyarakat di dalam dan di luar kawasan.

2. Penghancuran perangkap-perangkap harimau, melalui kegiatan :
a. Mencari, menemukan dan menidakan serta menghancurkan perangkap-perangkap harimau dan satwa mangsanya yang dipasang oleh pemburu liar di dalam kawasan konservasi dan sekitarnya.
b. Menyelamatkan harimau sumatera yang terperangkap atau terjerat dengan cara yang sangat berhati-hati dan meminta bantuan kepada institusi yang berkepentingan secepat mungkin jika diperlukan.
c. Melakukan survey habitat-habitat inti harimau sumatera dan penyebarannya.

3. Pemantuan populasi dan habitat harimau, melalui kegiatan :
a. Melakukan pencatatan dan melaporkan terjadinya perjumpaan satwa harimau dan mangsanya baik secara langsug maupun tidak langsung.
b. Melakukan pencatatan dan melaporkan terjadinya perusakan atau aktifitas yang dapat menyebabkan penurunan kwalitas habitat harimau, seperti : kebakaran hutan, pembukaan lahan, perambahan dan penebangan liar serta aktifitas lainnya.

4. Pengawasan dan Identifikasi Pemburu serta Pedagang Harimau, melalui kegiatan :
a. Mencari informasi, mengenali dan mengawasi aktifitas pemburu liar serta jaringan pemburu liar melalui kegiatan investigasi dan intelejen.
b. Mengembangkan jaringan informasi dan intelejen.

5. Penindakan Terhadap Pelaku Tindak Pidana
a. Menerima dan menyelidiki atas kebenaran laporan atau informasi terjadinya suatu tindak pidana bidang konservasi hayati di wilayah kerjanya.
b. Menangkap secara langsung pelaku tindak pidana perburuan dan perdagangan harimau dan satwa mangsanya serta pelaku perusak habitat jika tertangkap tangan.
c. Melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (pemotretan, pengukuran, penentuan koordinat lokasi TKP, pengambilan sampel dll) dan pengamanan barang bukti seperti : Senjata api, peluru, jerat, tombak, tongkat, gergaji, kampak dan lain-lain yang dapat menjelaskan tindak pidana tetal trjadi.
d. Meminta dukungan dan bantuan personil maupun logistik apabila kurang mampu dalam melakukan penangkapan maupun.
e. Melaporkan kepada Petugas yang berwenang (POLHUT, Penyidik PNS dan Penyidik POLRI) atas setiap tindak pidana khusunya bidang Konservasi Keanekaragaman Hayati yang dijumpai pada saat melakukan patroli maupun tugas lainnya.
f. Melaporkan, Membuat dan Menandatangani Laporan Kejadian atas setiap kasus Tindak Pidana Bidang Konservasi Hayati yang ditemui/dijumpai.
g. Melakukan Tindakan Awal atas kasus tindak pidana bidang Konservasi Hayati yang tertangkap tangan maupun yang belum tertangkap tangan.
h. Melakukan atau membantu penyidikan atas Kasus Tindak Pidana yang terjadi jika sudah cukup bukti.


1. Informan
Adalah seseorang, lembaga, badan hukum yang secara berkala, kontinu maupun situasional yang terikat dalam kontrak maupun tidak terikat kontrak yang bertugas maupun secara sukarela memberikan informasi positip dan negatip yang berkaitan dengan konservasi harimau sumatera dan perlu dilakukan tindak lanjut pembuktian maupun klarifikasi.

Sebagai tahap awal pada Bulan Januari 2007 Balai Taman Nasional Bukit Duabelas membentuk Team Community Patroll yang beranggautakan masyarakat tempatan yang terdiri atas Masyarakat Suku Anak Dalam yang bermukin di Taman Nasional dan Mastarakat sekitar Taman Nasional Bukit Duabelas.

Community Patroll di Lingkup Balai Taman Nasional Bukit Duabelas saat ini baru berjumlah 13 Orang, dan mereka telah mengikuti pelatihan Pam Swakarsa Tingkat Pemula yang diselenggarakan oleh Balai Taman Nasional TNKS, Balai TNBD dan Balai TNBT bekerjasama dengan POLDA Jambi.
protection besides protection activity conducted by Bukit Duabelas National Park also need to develop a forest protection conducted by local society specially Community of Suku Anak Dalam.


In first stage at January 2007 Autority Bukit Duabelas National Park developed The Teams of Community Patrol which consisted of: Vilager who leave surround the park and Community of Suku Anak Dalam who leave in the park.


Oleh karena variasi pendidikan, pengetahuan dan kemampuan anggauta PAM Swakarsa sangat bervariasi maka jenjang pelatihan bagi anggauta PAM Swakarsa di klasifikasikan sebagai berikut:
1. Pelatihan PAM Swakarsa Tingkat Pemula : dirancang dan diperuntukan bagi anggauta masyarakat yang belum dapat atau terbatas dalam membaca dan menulis. Pelajaran Pelatihan PAM Swakarsa Tingkat Pemula adalah sebagai berikut:

1. Pengenalan Kawasan Taman Nasional dan Kawasan Konsevasi serta Kawasan Hutan
2. Pengenalan Pengamanan Hutan Berbasis Masyarakat
3. Pengembangan Sikap Mental dan Disiplin
4. Peraturan Baris Berbaris
5. PP & UU Kehutanan & Konservasi SDA
6. Pembacaan Peta dan Penggunaan Alat Navigasi
7. Dasar-dasar Kepolisisan
8. Prosedur Penanganan Kasus
9. Dinamika Kelompok
10. Pembuatan Laporan
11. Radio Komunikasi

Modul Pelatihan PAM Swakarsa Tingkat Pemula pada Balai Taman Nasional lebih mengutamakan pada membangun sikap mental dan disiplin, kekompakan team, teknik penguasaan alat navigasi, pelaporan, peraturan dan perundang-undangan serta kemampuan dalam penjelajahan lapangan.

Selanjutnya Community Patroll ini akan melaksanakan patroli di Dalam Taman Nasional dengan Didampingi oleh Petugas Balai Taman Nasional untuk mencegah terjadinya penebangan liar dan kegiatan illegal yang dilakukan oleh masyarakat luar.

Kaidah-kaidah adat yang mengatur pengelolaan kawasan di dalam Taman Nasional yang dapat menjamin dan memberikan perlindungan terhadap kelestarian hutan serta kesejahteraan masyaraka perlu dibangun kembali dan ditingkatkan kwalitasnya.


Aktifitas dan kegiatan Community Patroll ini akan difasilitasi oleh Balai Taman Nasional Bukit Duabelas bersama Stage Holder Terkait diantaranya adalah Sumatran Tiger Trust.

Dalam perkembangannya aktifitas Community Patroll Team pada Awal Bulan Februari 2007 yang lalu telah berhasil mengusir atau mencegah terjadinya penebangan liar yang akan dilakukan oleh kelompok masyarakat.

Jika kegiatan kerjasama pengamanan hutan bersama masyarakat ini dapat dilaksanakan secara kontinu dengan frekwensi yang meningkat hampir dapat dipastikan bahwa kelestarian Kawasan Taman Nasional dapat terjamin dengan kata lain bahwa Hutan Taman Nasional sebagai Rumah Orang Rimba yang menyediakan sumber penghidupan dapat terwujud.


Thursday, November 6, 2008

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN HUTAN

Maksud dan Tujuan
Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari. Kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan merupakan usaha untuk.
  1. mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama serta penyakit;
  2. mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

Ruang Lingkup Perlindungan Hutan

1. Perlindungan terhadap kawasan hutan
Penggunaan kawasan hutan harus sesuai dengan fungsi dan peruntukannya. Penggunaan kawasan hutan yang menyimpang harus mendapat persetujuan Menteri. Dalam rangka memperoleh kepastian hukum di lapangan maka setiap areal yang telah ditunjuk sebagai kawasan hutan dilakukan penataan batas. Dengan telah dilakukannya penataan batas hutan, maka tanpa adanya kewenangan yang sah setiap orang dilarang memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan hutan.

2. Perlindungan Terhadap Tanah Hutan
Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang bertujuan untuk mengambil bahan-bahan galian yang dilakukan di dalam kawasan hutan atau hutan cadangan, diberikan oleh instansi yang berwenang setelah mendapat persetujuan Menteri. Dalam hal penetapan areal yang bersangkutan sebagai kawasan hutan dilakukan setelah pemberian izin eksplorasi dan eksploitasi, maka pelaksanaan lebih lanjut kegiatan eksplorasi dan ekspolitasi tersebut harus sesuai dengan petunjuk Menteri.
Di dalam kawasan hutan dan hutan cadangan dilarang melakukan pemungutan hasil hutan dengan menggunakan alat-alat yang tidak sesuai dengan kondisi tanah dan lapangan atau melakukan perbuatan lain yang dapat menimbulkan karusakan tanah dan tegakan. Siapapun dilarang melakukan penebangan pohon dalam radius/jarak tertentu dari mata air, tepi jurang, waduk, sungai dan anak sungai yang terletak di dalam kawasan hutan, hutan cadangan dan hutan lainnya.
3. Perlindungan terhadap kerusakan hutan
Setiap orang dilarang melakukan penebangan pohon-pohon dalam hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang dan selain dari petugas-petugas kehutanan atau orang-orang yang karena tugasnya atau kepentingannya dibenarkan berada di dalam kawasan hutan, siapapun dilarang membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk memotong, menebang, dan membelah pohon di dalam kawasan hutan. Setiap orang dilarang membakar hutan kecuali dengan kewenangan yang sah. Masyarakat di sekitar hutan mempunyai kewajiban ikut serta dalam usaha pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan. Ketentuan-ketentuan tentang usaha pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan diatur dengan Peraturan Daerah Tingkat I dengan memperhatikan petunjuk Menteri.
Pengembalaan ternak dalam hutan, pengambilan rumput, dan makanan ternak lainnya serta serasah dari dalam hutan hanya dapat dilakukan di tempat-tempat yang ditunjuk khusus untuk keperluan tersebut oleh pejabat yang berwenang.
4. Perlindungan terhadap hasil hutan
Untuk melindungi hak-hak negara yang berkenaan dengan hasil hutan, maka terhadap semua hasil hutan harus diadakan pengukuran dan pengujian. Hasil pengukuran dan pengujian terhadap hasil hutan adalah merupakan dasar perhitungan penetapan besarnya pungutan negara yang dikenakan terhadapnya. Untuk membuktikan sahnya hutan dan telah dipenuhinya kewajiban-kewajiban pungutan negara yang dikenakan terhadapnya hingga dapat digunakan atau diangkut, maka hasil hutan tersebut harus mempunyai surat keterangan sahnya hasil hutan.

Pelaksanaan Penegakan Hukum

Penegakan hukum di bidang kehutanan diterapkan dalam bentuk kegiatan perlindungan dan penanggulangan gangguan kawasan hutan dan hasil hutan yang dilakukan melalui tindakan preemtif, preventif, represif dan yustisi.

1. Kegiatan preemtif
Upaya preemtif adalah kegiatan dalam upaya penciptaan kondisi yang kondusif dengan tujuan menumbuhkan peran aktif masyarakat dalam pengamanan kawasan hutan. Bentuk pelaksanaan kegiatan preemtif meliputi:
a. Pembinaan masyarakat berupa penyuluhan, pembentukan kader konservasi, bina cinta alam dan lain-lain.
b. Pendekatan kesejahteraan masyarakat di daerah penyangga dan di dalam serta sekitar hutan.
c. Sosialisasi perundang-undangan kehutanan
d. Sosialisasi batas-batas kawasan hutan
e. Mengadakan temu wicara langsung dengan masyarakat tentang konservasi hutan dan kehutanan
f. Menjalin hubungan dengan instansi terkait guna mendukung program-program yang akan dilaksanakan oleh Institusi Kehutanan.


2. Kegiatan preventif

Kegiatan Preventif adalah segala kegiatan yang dilaksanakan untuk mencegah terjadinya gangguan keamanan kawasan dan hasil hutan. Bentuk kegiatan preventif, terdiri dari :
a. Pengumpulan bahan dan keterangan
Adalah kegiatan yang dilaksanakan di lapangan untuk mengumpulkan bahan keterangan maupun informasi terbaru atau dalam rangka pengecekan kebenaran atas informasi yang masuk tentang:
1) Jenis dan bentuk gangguan dan ancaman terhadap kawasan hutan,
2) Situasi dan kondisi lapangan serta modus operandi pelanggaran atau kejahatan bidang kehutanan yang terjadi,
3) Tokoh-tokoh pnggerak, pemodal atau aktor intelektual yang terlibat,
4) Peluang dan tokoh masyarakat yang dapat membantu pengamanan kawasan hutan dan hasil hutan,
5) Perkiraan upaya pengamanan yang diperlukan, perkiraan tenaga, sarana dan prasarana, waktu dan dana yang dibutuhkan.
6) Mengumpulkan data base mengenai metode, lokasi dan waktu-waktu rawan terjadinya pelanggaran hukum di bidang kehutanan
7) Membuat peta kerawanan gangguan satwa liar dan peta kerawanan pelanggaran bidang kehutanan

Sifat kegiatan pengumpulan bahan dan keterangan adalah rahasia dengan personil yang terbatas dan dipercaya.

b. Pemeliharaan dan pengamanan batas kawasan hutan
Dalam rangka menjaga dan mempertahankan kepastian hukum atas kawasan hutan di lapangan, secara terus menerus batas hutan harus dipelihara dan diamankan. Tujuan pemeliharaan dan pengamanan batas hutan adalah untuk menjaga agar kondisi batas hutan di lapangan tetap baik. Artinya batas hutan yang berupa jalur rintis atau lorong batas, pal batas dan tanda-tanda batas lainnya tetap terpelihara sehingga mudah dikenali, letak posisi dan kondisi pal batas hutan tetap dalam keadaan semula dan terhindar dari kerusakan atau tidak hilang serta tanda-tanda batas lainnya dapat membantu keberadaan batas hutan.



c. Penjagaan pengamanan hutan
Kegiatan penjagaan dilakukan di pos-pos jaga yang telah ditentukan yang penempatannya berdasarkan pada titik rawan terjadinya gangguan hutan dan hasil hutan. Tujuan utama penjagaan adalah untuk mengurangi ruang gerak terjadinya pelanggaran di bidang kehutanan.

d. Patroli pengamanan hutan
Patroli adalah kegiatan pengawasan pengamanan hutan yang dilakukan dengan cara gerakan dari satu tempat ketempat lain oleh dua atau tiga orang atau lebih di wilayah hutan yang menjadi tanggung jawabnya atau daerah tertentu dimana sering terjadi pelanggaran atau kejahatan bidang kehutanan. Patroli dilaksanakan secara teratur dan selektif atau tergantung situasi dan kondisi keamanan hutan dengan tujuan mencegah gangguan terhadap hutan dan hasil hutan, mengetahui situasi lapangan serta melakukan tindakan terhadap pelaku pelanggaran/kejahatan yang ditemukan pada saat patroli.

3. Kegiatan represif

Adalah kegiatan penindakan dalam rangka penegakan hukum dimana situasi dan kondisi gangguan keamanan kawasan hutan telah terjadi dan cenderung terus berlangsung atau meningkat sehingga perlu segera dilakukan penindakan terhadap pelakunya. Berdasarkan bentuk tindakan yang dilakukan di lapangan, kegiatan represif dibedakan atas:
a. Operasi Taktis
Yaitu kegiatan atau upaya untuk mencegah dan menindak pelaku pelanggaran secara langsung di lapangan melalui kegiatan patroli, pemeriksaan dokumen dan barang bukti, pemeriksaan pelaku, penyitaan barang bukti, penitipan barang bukti, pengamanan barang bukti, pengamanan tempat kejadian perkara, penyelesaian administrasi lapangan dan pelaporan.



b. Operasi Yustisi
Yaitu kegiatan atau upaya penegakan hukum untuk membuat jera para pelaku pelanggaran oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) atau Penyidik Polri yang diawali dari tindakan penyidikan sampai dengan pemberian sanksi pada putusan pengadilan.


Kegiatan Yang Dilarang
Dalam rangka melindungi hutan dan hasil hutan dari gangguan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, dinyatakan bahwa:
1. Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan;
2. Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan;
3. Setiap orang dilarang :
a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah;
b. merambah kawasan hutan;
c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan:
1) 500 (lima ratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;
2) 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa;
3) 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;
4) 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai;
5) 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang;
6) 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.
d. membakar hutan;
e. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang;
f. menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah;
g. melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri;
h. mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan;
i. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang;
j. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang;
k. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang
l. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan
m. mengeluarkan, membawa dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang.

Thursday, April 26, 2007

Community Patrol

By Waldemar Hasiholan


Bukit Duabelas National Park is representing to specific and unique Conservation Area because in this area live the indegeneous people "Suku Anak Dalam” or “Orang Rimbo” The traditional wisdom of Suku Anak Dalam in managing forest as live place and subsistence source require to be defended and preserve.

Therefore to involvement of community of Suku Anak Dalam in management of Bukit Duabelas National Park is obliged to be entangled actively. Depending and mind tying and also natural instinct of society of Suku Anak Dalam with the Bukit Duabelas National Park is very clouse, no wonder if this community very hungering for and expecting Forest in National Park remain to be awaked and make everlasting.

One of effort in taking care of perfection and continuity of Bukit Duabelas National Park is by improving activity of area protection of through activity of patrol and forest custody. So that activity of effective ambulatory forest protection besides protection activity conducted by Bukit Duabelas National Park also need to develop a forest protection conducted by local society specially Community of Suku Anak Dalam.
In first stage at January 2007 Autority Bukit Duabelas National Park developed The Teams of Community Patrol which consisted of: Vilager who leave surround the park and Community of Suku Anak Dalam who leave in the park.

Community Patrol in Bukit Duabelas National Park in this time amount to 13 People, and they have followed the training of Forest Protection Training for Beginner Level. The Training is carried out by Collaboration between The Management Autority of Kerinci Seblat National, The Management Autority of Bukit Tigapuluh National Park, The Management Autority of Bukit Duabelas National Park with Police Department Region Jambi.

Hereinafter the Community Patrol will execute the patrol in National Park consortedly by Field Staff of Bukit Duabelas National ParkAutority to prevent the happening of illegal loging, poacher, and other activity illegal.
Custom method which arranging forest management in Bukit Duabelas National Park which can guarantee and give the protection to forest continuity and also prosperity of society of Suku Anak Dalam require to be rebuilt and improved by its quality.

The activity of Community Patrol in Bukit Duabelas National Park will facility by Bukit Duabelas National Park with Related by stage holder like the Sumatran Tiger Trust from United Kingdom. In the progress The Community Patrol Team in the early of Februari 2007 have succeeded to dissipate or prevent the happening of Illegall Loging which done by group of Illegal Loger.

If the collaboration between The Management Autoruty of Bukit Duabelas National Park with Community Surround the park and Community Suku Anak Dalam in the park doing well and intensively almost for certain that continuity of Area of National Park earn well guaranted equally that Forest of National Park as Home of Suku Anak Dalam which providing subsistence source can be existed .

NO FOREST
FALL TO PIECES OUR LIFE