I. PENDAHULUAN
Belajar adalah proses aktif mengonstruksi pengetahuan dari abstraksi pengalaman alami maupun manusiawi, yang dilakukan secara pribadi dan sosial untuk mencari makna dengan memproses informasi sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimiliki. Demikian pula pembelajaran dalam pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan oleh Institusi Kementerian Kehutanan adalah untuk meningkatkan kemampuan dan mutu sumber daya manusia kehutanan.
Sumber Daya Manusia Kehutanan yang menjadi peserta dalam pendidikan dan pelatihan kehutanan berasal dari pegawai kementerian kehutanan, pemerintah daerah atau mitra kementerian kehutanan yang telah memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang kehutanan. Oleh karena itu kegiatan belajar yang siselenggarakan perlu dikemas menjadi proses mengonstruksi pengetahuan bukan menerima pengetahuan sehingga peserta diklat belajar dimulai dari apa yang diketahuinya.
Dalam rangka meningkatkan efektifitas pencapaian tujuan pembelajaran maka diperlukan metode pembelajaran yang sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan tujuan penyelenggaraan diklat. Metode pembelajaran yang selama ini diterapkan adalah menggunakan metode andragogi atau yang dikenal dengan metode pendidikan orang dewasa. Namun dalam kenyataannya penerapan metode andragogi oleh Widyaiswara atau Instruktur dalam proses belajar mengajar mengalami banyak keterbatasan terutama dalam upaya mengeksplorasi pengalaman peserta diklat. Akibatnya proses pembelajaran seringkali terjebak dalam sistem pembelajaran tradisional, yaitu perserta diklat lebih banyak waktu mendengarkan widyaiswara dalam menyampaian bahan ajar atau pengetahuan pembelajaran dibandingkan dengan waktu peserta diklat untuk menyampaikan dan mendiskusikan pengalamannya. Kondisi seperti ini dapat terlihat dari bentuk dan susunan bangku dalam kelas, bentuk komunikasi yang cenderung hanya dua arah yaitu dari peserta diklat kepada widyaiswara dan sebaliknya, kurang fokusnya peserta diklat dalam topik bahasan pembelajaran, dan kurang aktifnya peserta diklat dalam proses pembelajaran. Apabila kondisi sepertini ini berlangsung terus maka pendidikan dan pelatihan akan kurang optimal sehingga peserta diklat akan kurang mampu mengembangkan dirinya yang pada ahirnya upaya peningkatan kwalitas SDM Kehutanan menjadi tidak optimal.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas dalam menerapkan metode pendidikan bagi orang dewasa diperlukan teknik pendekatan pembelajaran yang komprehensif dan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang aktif dengan komunikasi multi arah. Oleh karena itu pembelajaran haruslah dirancang sedemikian rupa agar setiap peserta diklat mampu untuk menemukan sesuatu yang akan menjadi jawaban atas sesuatu yang selama ini menjadi pertanyaan atau permasalahannya.
Dari uraian tersebut di atas dalam rangka meningkatkan efektifitas pembelajaran dalam diklat kehutanan, perlu dikembangkan teknik pendekatan pembelajaran yang komprehensif yang dapat mendorong peserta diklat untuk melakukan pembelajaran secara partisipatori dan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang aktif. Partisipatif Learning Development merupakan salah satu teknik pendekatan pembelajaran bagi orang dewasa yang khususnya bagi SDM Kehutanan yang telah memiliki pengalaman tugas dalam pembangunan kehutanan dan sosial masyarakat.
II.PEMBELAJARAN
Pengertian belajar menurut Max Darsono (2000), merupakan suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Belajar dapat di definisikan sebagai proses yang menimbulkan atau merubah perilaku melalui latihan atau pengalaman (Whittaker dalam Max darsono, 2000). Menurut Winkel dalam Max Darsono (2000) Belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Dengan belajar peserta diklat mengalami perubahan baik tingkah laku maupun cara berpikir. Belajar dapat dikatakan berhasil jika peserta dapat aktif dalam proses pembelajaran dan tidak hanya menerima konsep-konsep saja tetapi memiliki kemampuan lebih setelah menerima pengalaman belajar (Nana Sudjana, 1990)
A.Pembelajaran Aktif dan Kreatif
Pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dirancang untuk dapat mengaktifkan, mengembangkan kreativitas peserta diklat yang pada akhirnya efektif, akan tetapi juga menyenangkan bagi semua peserta diklat. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran widyaiswara harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga peserta diklat aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Gibbs sebagaimana dikutip Mulyasa menyatakan bahwa kreativitas dapat dikembangkan dengan memberi kepercayaan, komunikasi yang bebas, pengarahan diri, dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Dalam hal ini peserta diklat akan lebih kreatif jika: Dikembangkannya rasa percaya diri pada peserta diklat , dan mengurangi rasa takut, Memberi kesempatan kepada seluruh peserta diklat untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas dan terarah, Melibatkan peserta diklat dalam menentukan tujuan belajar dan evaluasinya, Memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter; dan Mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.
B.Prinsip Dasar Pembelajaran Aktif Dan Kreatif
1.Belajar aktif.
Pendidikan merupakan usaha sadar mengembangkan manusia menuju kedewasaan, baik kedewasaan intelektual, sosial, maupun kedewasaan moral. Oleh karena itu, proses pendidikan bukan hanya mengembangkan intelektual saja, tetapi mencakup seluruh potensi yang dimiliki peserta diklat.
2.Belajar Kooperatif
Belajar kooperatif menurut Johnson & Johnson adalah suatu penggunaan pembelajaran kelompok-kelompok kecil sehingga para siswa bekerja bersama-sama untuk memaksimalisasi belajar mereka mengemukakan bahwa belajar kooperatif adalah prinsip dan teknik untuk membantu para siswa bekerja sama secara lebih efektif. Adapun belajar kooperatif terdiri atas lima unsur.
a.Positive interdependence. Para siswa merasa bahwa mereka saling membutuhkan satu sama lainnya dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok (“tenggelam atau berenang bersama-sama”),
b.Face to face promotive interaction. Para siswa mempromosikan belajar masing-masing dengan membantu, berbagi, dan menganjurkan usaha-usaha untuk belajar. Para siswa menjelaskan, berdiskusi, dan mengajarkan apa yang mereka ketahui kepada teman sekelas.
c.Individual accountability. Performansi masing-masing siswa dinilai dan hasilnya diberikan kepada kelompok dan individu.
d.Interpersonal and small group skills. Kelompok-kelompok tidak dapat berfungsi secara efektif apabila para siswa tidak memiliki dan menggunakan keterampilan-keterampilan sosial yang dibutuhkan.
e.Group processing. Kelompok-kelompok membutuhkan waktu yang khusus untuk mendiskusikan seberapa bagus mereka mencapai tujuan mereka.
3.Pembelajaran Partisipatoris
Melalui model ini siswa belajar sambil melakoni (learning by doing). Salah satu bentuk pelakonan itu adalah siswa belajar hidup berdemokrasi. Sebagai contoh, pada saat memilih masalah untuk kajian kelas memiliki makna bahwa siswa dapat menghargai dan menerima pendapat yang didukung suara terbanyak. Pada saat berlangsungnya perdebatan, siswa belajar mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain, menyampaikan kritik dan sebaliknya belajar menerima kritik, dengan tetap berkepala dingin. Proses ini mendukung adagium yang menyatakan bahwa ”democracy is not in heredity but learning” (demokrasi itu tidak diwariskan, tetapi dipelajari dan dialami).
4.Reactive Teaching
Widyaiswara perlu menciptakan strategi yang tepat agar siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Motivasi yang seperti itu akan dapat tercipta jika widyaiswara dapat meyakinkan peserta diklat akan kegunaan materi pelajaran bagi kehidupan nyata.
5.Joyfull Learning
Menurut Peter Kline, ”Leaning is most effective when it’s fun” (belajar sangat efektif apabila menyenangkan). Salah satu teori belajar menegaskan bahwa sesulit apapun materi pelajaran apabila dipelajari dalam suasana yang menyenangkan pelajaran tersebut akan mudah dipahami. Sebaliknya, walaupun materi pelajaran tidak terlampau sulit untuk dipelajari, namun apabila suasana belajar membosankan, tidak menarik, apalagi siswa belajar di bawah tekanan, maka pelajaran akan sulit dipahami. Atas dasar pemikiran tersebut, maka agar para siswa mudah memahami materi pelajaran, mereka harus belajar dalam suasana yang menyenangkan, penuh daya tarik, dan penuh motivasi.
III.PENDIDIKAN ORANG DEWASA
Pendidikan orang dewasa dapat diartikan sebagai keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan yang bertujuan membuat orang dewasa mampu mengembangkan kemampuan, keterampilan, memperkaya khasanah pengetahuan, meningkatkan kualifikasi keteknisannya atau keprofesionalannya dalam upaya mewujudkan kemampuan ganda, yaitu: mengembangankan pribadi secara utuh dan mewujudkan keikutsertaannya dalam perkembangan sosial budaya, ekonomi, dan teknologi secara bebas, seimbang dan berkesinambungan. Menurut Supriadi (2006) prinsip dasar pembelajaran orang dewasa adalah:
1.Orang dewasa belajar dengan baik apabila dia secara penuh ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan.
2.Orang dewasa belajar dengan baik apabila menyangkut mana yang menarik bagi dia dan ada kaitan dengan kehidupannya sehari-hari.
3.Orang dewasa belajar sebaik mungkin apabila apa yang ia pelajari bermanfaat dan praktis.
4.Dorongan semangat dan pengulangan yang terus menerus akan membantu seseorang belajar lebih baik
5.Orang dewasa belajar sebaik mungkin apabila ia mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan secara penuh pengetahuannya, kemampuannya dan keterampilannya dalam waktu yang cukup.
6.Proses belajar dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman lalu dan daya pikir dari warga belajar.
7.Saling pengertian yang baik dan sesuai dengan ciri-ciri utama dari orang dewasa membantu pencapaian tujuan dalam belajar.
A.Partisipatif Learning and Action
Partisipatif Learning and Action (PLA) adalah suatu teknik pendekatan pembelajaran tentang kemasyarakatan yang melibatkan dan bersama masyarakat. Teknik ini merupakan kombinasi antara teknik pengembangan partisipatif dan teknik visual dengan pewawancaraan secara langsung. Teknik PLA bertujuan untuk memudahkan suatu proses pembelajaran dan analisa kolektif. Pendekatan ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan, perencanaan, monitoring atau mengevaluasi program dan kegiatan. (Knowles, 1990 dan Ota, 2006). Selain itu PLA juga dapat digunakan sebagai alat konsultasi yang kuat, yang menawarkan kesempatan dan mempromosikan keikutsertaan masyarakat untuk terlibat aktip dalam intervensi dan menemukan isu yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Selanjutnya Ota, dkk (2006) menambahkan bahwa penggunaan Teknik PLA dalam proses pendidikan dan pelatihan dapat membantu perkembangan pribadi, bidang pendidikan, dan pertumbuhan professional, yaitu:
1.Perubahan pembelajaran secara tertutup atau top-down model, ke arah pembelajaran yang lebih terbuka atau botem-up model.
2.Berkembangnya pembelajaran berbasis wilayah yang bermanfaat bagi lembaga atau organisasi desentralisasi.
3.Mengorganisasikan untuk pembelajaran pemeriksaan atau pengawasan.
4.Penggunaan media baru dan teknologi sosial untuk pembentukan kelompok, berbagi informasi, kolaborasi dan inovasi atau penciptaan serta umpan balik.
Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa penggunaan Teknik PLA sangat sesuai sekali dilaksanakan pada pembelajaran untuk orang dewasa yang telah memiliki pengalaman, relasi, kaya akan pengetahuan dan telah melampaui banyak situasi atau kondisi.
B.Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Pembelajaran berbasis kompetensi adalah teknik pembelajaran yang berorientasi pada pencapaian kompetensi peserta diklat. Sehingga muara akhir hasil pembelajaran adalah meningkatnya kompetensi peserta diklat yang dapat diukur dalam pola sikap, pengetahuan, dan keterampilannya. Adapun prinsip pembelajaran berbasis kompetensi adalah sebagai berikut
a.Berpusat pada peserta diklat agar mencapai kompetensi yang diharapkan. Peserta diklat menjadi subjek pembelajaran sehingga keterlibatan aktivitasnya dalam pembelajaran tinggi. Tugas pendidik adalah mendesain kegiatan pembelajaran agar tersedia ruang dan waktu bagi peserta diklat belajar secara aktif dalam mencapai kompetensinya.
b.Pembelajaran terpadu agar kompetensi pegawai yang dipersyaratkan dalam Standar Kompetensi Jabatan dapat tercapai secara utuh. Aspek kompetensi yang terdiri dari sikap, pengetahuan, dan keterampilan terintegrasi menjadi satu kesatuan.
c.Pembelajaran dilakukan dengan sudut pandang adanya keunikan individual setiap peserta diklat karena mereka memiliki karakteristik, potensi, dan kecepatan belajar yang beragam. Oleh karena itu dalam kelas dengan jumlah tertentu, Widyaiswara perlu memberikan layanan individual agar dapat mengenal dan mengembangkan peserta diklatnya.
d.Pembelajaran dilakukan secara bertahap dan terus menerus menerapkan prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning) sehingga mencapai ketuntasan yang ditetapkan. Peserta diklat yang belum tuntas diberikan layanan remedial, sedangkan yang sudah tuntas diberikan layanan pengayaan atau melanjutkan pada kompetensi berikutnya.
e.Pembelajaran dihadapkan pada situasi pemecahan masalah, sehingga peserta diklat menjadi pembelajar yang kritis, kreatif, dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu widyaiswara perlu mendesain pembelajaran yang berkaitan dengan permasalahan kehidupan atau konteks kehidupan peserta diklat dan lingkungan.
f.Pembelajaran dilakukan dengan multi strategi dan multimedia sehingga memberikan pengalaman belajar beragam bagi peserta diklat.
g.Peran widyaiswara harus mampu sebagai fasilitator, motivator, dan narasumber.
Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa dalam proses pembelajaran orang dewasa peserta diklat harus didorong atau difasilitasi untuk menemukan ide dan pengetahuan (konsep, prinsip) baru, menerapkan ide-ide, dan mengembangkan temuan ide-ide baru tersebut sehingga kompetensi jabatan yang dibutuhkan dapat dicapai dengan efektif.
C.Participatory Local Sosiety Development
Pembangunan masyarakat lokal secara partisipatory (PLSD) merupakan konseptual baru bagi pembangunan yang mencoba mengatasi berbagai kelemahan dari pendekatan/kerangka pembangunan partisipatif (Ohama Y, 1999). Tujuan umum konseptual PLSD adalah melembagakan dan mengoperasionalkan kebijakan yang efektif untuk memfasilitasi proses pengembangan kemampuan dan penguatan kelembagaan guna mencapai kemandirian suatu pembangunan berkelanjutan dalam suatu masyarakat lokal dengan berbasis pada kekhususan ciri dan kondisi masyarakat lokal tersebut. Sedangkan tujuan spesifik yang ingin adalah:
1.Analisis atas ciri khusus dari komunitas dan masyarakat lokal untuk memahami potensi dan hambatan spesifiknya dalam pembangunan;
2.Penentuan arah yang kongkrit dan komponen yang substantif untuk suatu kebijakan dan program pembangunan berbasis wilayah;
3.Peningkatan dalam efisiensi dan efektifitas operasional dari pendekatan partisipatoris dengan cara mengintegrasikan analisis komunitas/masyarakat lokal dengan pengorganisasian secara partisipatoris.
Kensep dan kerangka pembangunan masyarakat lokal secara partisipatori didasarkan atas:
1.Konsep kerangka metode, yang dilakukan melalui pendekatan partisipatori dan pendekatan multi stake holder.
2.Konsep kerangka substansi, sumber daya, organisasi dan norma-norma yang berlaku.
Dari uraian tersebut di atas ketiga teknik pendekatan pembelajaran yaitu, Partisipatif Learning and Action, Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Participatory Local Sosciety Development cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran lingkup diklat kehutanan walaupun masing-masing memiliki keunggulan dan keterbatasan. Hal ini dengan pertimbangan atas karakteristik dan kekhususan perserta diklat yang mengikuti pendidikan dan pelatihan kehutanan, yang antara lain:
1.Peserta Diklat Kementerian Kehutanan yang mengikuti diklat teknis adalah pegawai yang telah memiliki pengalaman, pengetahuan yang cukup luas dan telah banyak melalui kondisi atau situasi yang berbeda-beda.
2.Peserta Diklat Kementerian Kehutanan dalam pelaksanaan tugasnya di Lapangan berhadapan langsung dan akan bekerjasama dengan masyarakat yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan hutan secara lestari.
3.Peserta Diklat Kementerian Kehutanan dalam mengemban tugasnya wajib memiliki kompetensi yang diperyaratkan dan melaksanakan tugas sesuai norma dan aturan yang berlaku. Kementerian Kehutana
4.Peserta Diklat Kementerian Kehutanan memiliki tingkatan dalam pelaksanaan tugas sesuai dengan kelembagaan, jabatan dan keahliannya.
Dengan mengintegrasikan ketiga teknik pembelajaran tersebut di atas diharapkan dapat meningkatkan efektifitas dalam pencapaian tujuan penyelenggaraan Diklat Kehutanan.
Gabungan atau integrasi atas teknik pembelajaran tersebut adalah “Participatory Learning Development” yang dicirikan dengan:
1.Pembelajaran yang dimulai dengan menggali sejarah, pengalaman dan kompetensi peserta diklat;
2.Pembelajaran yang melibatkan peserta diklat secara aktif, kreatif dan partisipatori;
3.Komunikasi dalam proses pembelajaran terjadi secara multi arah.
4.Pembelajaran yang didasarkan pada norma-norma, peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dalam bidang kehutanan dan organisasi peserta diklat;
5.Pembelajaran yang didasarkan pada kewenangan, tupoksi dan tingkatan peserta diklat;
6.Pembelajaran yang memfasilitasi peserta diklat untuk menemukan sendiri sesuatu yang selama ini dicari dan dibutuhkan oleh peserta diklat dan mengembangkannya.
IV.IMPLEMENTASI PARISIPATORY LEARNING DEVELOPMENT
Mengacu pada metode dan persyaratan serta teknik-teknik dalam pembelajaran orang dewasa maka dalam penerapan teknik pembelajaran “Participatory Learning Development” terdapat tahapan pelaksanaan, yaitu: Tahap Persiapan, Tahapan Pelaksanaan dan Tahap Penyelesaian.
A.Tahap Persiapan
Sebelum proses belajar-mengajar di mulai terlebih dahulu harus diketahui latar belakang dan kondisi atau status peserta dan bahan diklat, yang antara lain:
1.Kompetensi masing-masing peserta diklat, motivasi serta harapan mngikuti diklat;
2.Pengalaman peserta diklat dalam melaksanakan tugasnya;
3.Kebutuhan peserta diklat untuk mengatasi permasalahan dalam pelaksanaan tugasnya;
4.Kurikulum yang dipersyaratkan untuk dapat memenuhi kebutuhan minimal bagi peserta diklat dalam mengatasi persoalannya;
5.Modul-modul yang dapat memfasilitasi dan memotivasi peserta diklat untuk mencari jawaban atas permasalahannya;
6.Bahan ajar dan bahan diklat lainnya yang dapat membantu peserta diklat menemukan dan mengembangkan sendiri sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya.
Diagram: Teknik Participatory Learning Development
B.Tahap Pelaksanaan
Dalam proses pembelajaran menggunakan Teknik Participatory Learning Development, kegiatan belajar-mengajar selalu didasarkan pada:
1.Sumber Daya yang dimiliki dan dikelola oleh peserta diklat dan organisasinya;
2.Kondisi, status, misi, dan peran kelembagaan tempat peserta diklat berasal;
3.Norma, kebijakan, peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dalam lingkungan tugas peserta diklat;
4.Level dan kewenangan peserta diklat dalam melaksanakan tugas secara internal maupun eksternal;
5.Tugas pokok dan fungsi peserta diklat yang harus dilaksanakan dan persyaratan yang perlu dimiliki untuk melaksanakan tugas tersebut.
6.Waktu pendidikan dan latihan serta waktu yang diperlukan dalam penyampaian bahan pembelajaran agar peserta diklat dapat memanfaatkan waktu secara optimal.
7.Teknik-teknik penyampaian yang mendukung pembelajaran secara partisipatori, antara lain:
a.Activity profile
Minta atau tanyakan kepada orang yang berbeda tentang aktivitas harian mereka. Contoh: Di mana, kapan dan bagaimana caranya mereka membelanjakan uangnya? Wawancarai dan amatilah atau minta mereka tulis dalam catatan.
b.Approach members constructively
Memberi penghargaan kepada anggota yang manapun secara lisan atau melalui perlakuan khusus untuk prakarsa dan tindakan tindakan yang disampaikannya. Semua anggota harus mengetahui bahwa kontribusi mereka dihargai. Sekalipun komentar mereka adalah tidak praktis.
c.Tugas (praktik dan teori).
Meminta peserta untuk berlatih peran baru dan ketrampilan baru. Contoh: meminta peserta untuk bertindak sebagai seorang ketua dalam suatu lembaga yang memiliki tugas tertentu. Tugas yang sudah disiapkan agar dilaksanakan untuk merumuskan hasilnya. -
d.Brainstorming atau curah pendapat
Meminta peserta untuk berpikir dan menyampaikan gagasan untuk menyelesaikan suatu tugas atau persoalan. Semua gagasan didaftarkan atau dicatat tanpa penghakiman atau evaluasi. Dalam hal ini kwantitas gagasan merupakan hal yang dipentingkan bukan mutu dari gagasan tersebut. Pembahasan terhadap gagasan yang ada atau terkumpul akan dilakukan kemudian. Kadang-kadang gagasan nampaknya menggelikan jika tidak dipertimbangkan.
e.Case studies atau studi kasus
Mendiskusikan suatu situasi yang nyata atau khayal dari suatu desa/kampung tertentu (contoh: suatu sukses kelompok pemasaran wanita-wanita) untuk mendorong diskusi pada strategi pemasaran. Menggunakan hasil studi kasus tersebut untuk menanyakan kepada kelompok yang aktivitas sedang berlangsung.
f.Community surveys
Melakukan survei individu di dalam masyarakat untuk menemukan pendapat atau pengetahuan mereka. Meminta sejumlah orang yang hadir atau mendengar untuk menjawab apa yang sedang dipikirkan.
g.Konsultasi dengan spesialis
Menyelesaikan suatu persoalan melalui wawancara konsultasi dengan tenaga ahli atau orang yang banyak mengetahui suatu isu di mana kita memerlukan informasi lebih.
h.Peristiwa Kritis,
Penggunaa situasi masalah untuk meneliti kemungkinan pemecahan dan kerugian dan keuntungan ke situasi ditentukan.
i.Menguraikan dan mengintepretasikan gambar visual.
Memilih suatu gambar atau foto dengan jelas bersih dan memiliki suatu pesan yang relevan dengan tujuan.
j.Darmawisata dan Kunjungan Lapangan. Ini dapat dikombinasikan dengan pewawancaraan dan pengamatan.
k.Folk saongs.
Meminta peserta untuk menyanyi nyanyian tradisional lokal dan menjelaskan makna dan pesan dari nyanyian tersebut. Disini akan belajar banyak tentang nilai-nilai, praktek kehidupan dan istilah lokal.
l.Bagaimana membuat suatu makanan,
Menggunakan suatu aktivitas sehari-hari seperti masakan untuk menggambarkan pentingnya perencanaan dan peruntunan.
m.Pengumpulan Data dan informasi.
Meminta kepada peserta untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan pokok bahasan di perpustakaan. Ini adalah bermanfaat untuk mengenali apa yang diperlukan atau mungkin hasil dari suatu gagasan sebelum dipraktekan.
n.Wawancara.
Mengajukan pertanyaan kepada informan kunci yang secara individu atau sebagai suatu kelompok mengetahui atas suatu pokok bahasan. Oleh karena itu perlu dibuat pertanyaan-pertanyaan yang terstruktur.
o.Sejarah lokal.
Meminta kepada tokoh atau key person desa untuk menjelaskan perkembangan atau sejarah masa lalu yang terperinci dan bagaimana hal-hal tersebut sudah berubah.
p.Melaksanakan game
Memainkan game yang mengikutsertakan masyarakat atau peserta secara aktif.
q.Diskusi Participatoiy.
Merupakan kombinasi dari metode wawancara, diskusi, presentasi dan metoda lainnya.
r.Mangatur atau mengurut pilihan.
Mintalah orang desa untuk membuat kriteria atau menggolongkan sesuatu menurut ukuran-ukuran orang desa.(Berdasarkan: Dimensi socio-economic,
s.Presentasi.
Presentasi dapat dilakukan oleh nara sumber yang ahli dibidangnya, presentasi laporan pribadi peserta, presentasi pengalaman peserta,
t.Problem-Solving,
Membuat suatu tabel dengan empat kolom.Daftarlah permasalahan utama peserta dalam kolom yang pertama, kemungkinan pemecahan di dalam kolom yang kedua , apa yang akan mencegah terjadinya masalah di kolom yang ketiga, dan apa yang akan membantu memecahkan masalah di kolom yang keempat itu. Didiskusikan.
u.Menguji dan mengadakan percobaan.
Membuat percobaan atau eksperimen untuk menndapatkan pekerjaan terbaik.
v.Diagram Venn.
Untuk menggambarkan keberadaan dan keterkaitan sesuatu dalam bentuk diagram.
C.Tahap Penyelesaian Pembelajaran
Dalam tahap penyelesaian pembelajaran peserta diklat menyampaikan hasil-hasil temuan selama pembelajaran yang dapat digunakan dan dikembangkan oleh yang bersangkutan dalam pelaksanaan tugasnya. Selisih antara kondisi dan status kompetensi dan kemampuan peserta diklat setelah mengikuti diklat dengan sebelum mengikuti diklat merupakan hasil dan efektifitas dalam pencapaian tujuan diklat.
IV.PENUTUP
A.Kesimpulan
Teknik pembelajaran “Participatory Learning Development” merupakan konsep pembelajaran bagi orang dewasa yang mengintegrasikan Teknik pembelajaran Partisipatif Learning Action, Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Teknik Pemberdayaan dan pembangunan Masyarakat menggunakan Participattory Local Society Development.
Participatory Learning Development mengutamakan merupakan teknik pembelajaran secara aktif dan partisipatory yang memfasilitasi peserta diklat untuk menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan mampu mengembangkan bagi institusinya sehingga sangat cocok diimplementasikan dalam Diklat Teknis Kehutanan.
B.Saran Dan Usul
Teknik pembelajaran “Participatory Learning Development” ini diharapkan dapat dilaksanakan dalam diklat-diklat teknis kehutanan dan dilakukan evaluasi serta penyempurnaan dari waktu ke waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Asmin. 2008. Konsep dan Metode Pembelajaran Untuk Orang Dewasa (Andragogi).
UNJ Jakarta.
Ahmuddiputra, Enuh, & Atmaja, Basar, Suyatna. 1986. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta.
Arif, Zainuddin. 1994. Andragogi. Angkasa. Bandung.
International Institute for Environment and Development. 2005. Participatory Learning and Action. IIED WC10DD. London.
Lunandi, A, G. 1987. Pendidikan orang dewasa. Gramedia. Jakarta
Noor Jannah. 2005. Efektifitas Pembelajaran Berbasis Kompetensi Dengan Pendekatan Kontekstual Pada Mata Pelajaran Ketertrampilan Elektronika. UNS Semarang.
Sidik Purnomo. 2009. Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Kidispur. Kediri.
Supriadi. 2006. Andragogi (Sebuah Konsep Teoritik) Prinsip Dasar Pembelajaran Orang Ddewasa. Jakarta.
Thursday, May 5, 2011
Subscribe to:
Posts (Atom)